LPK-RI Desak Audit BPK atas Proyek Rabat Beton Pontianak, Diduga Ada Permainan Teknis Kontraktor”
- account_circle admin
- calendar_month Sel, 9 Sep 2025
- visibility 277
- comment 0 komentar

Oplus_131072
Indo-sight.com | Pontianak, Kalbar – Senin, 8 September 2025 | Proyek pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) berupa rabat beton di Komplek Bali Indah, Jalan Kom. Yos Sudarso, Kecamatan Pontianak Barat, Kalimantan Barat, menuai sorotan publik. Pekerjaan yang bersumber dari APBD Kota Pontianak tahun anggaran 2025 tersebut diduga tidak sesuai spesifikasi teknis, terutama terkait ketebalan beton.

Poto Tim investigasi
Berdasarkan data kontrak, proyek ini dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pontianak dengan nilai Rp199.038.000. Pekerjaan yang berlangsung selama 45 hari kalender itu dilaksanakan oleh CV. Putra Adzril Alfarezeki selaku kontraktor pelaksana.
Investigasi yang dilakukan tim LPK-RI di lokasi pekerjaan menemukan indikasi bahwa ketebalan rabat beton tidak sesuai dengan standar. Ketua tim investigasi, Mulyadi MS, mengungkapkan hasil pengukuran ketebalan beton hanya berkisar 9–10 sentimeter, jauh di bawah standar minimal yang ditetapkan Perkim provinsi, yakni 13–19 sentimeter.
“Dari hasil kroscek lapangan, beton yang dikerjakan tidak mencapai ketebalan sesuai bestek. Saat diukur dengan meteran, ketebalannya hanya 9 sampai 10 sentimeter. Penanggung jawab lapangan mengklaim sesuai gambar, namun tidak menunjukkan dokumennya,” ujar Mulyadi kepada awak media.
Selain itu, ditemukan pula pemasangan pipa paralon yang dinilai tidak sesuai kaidah teknis karena diletakkan di atas lapisan LPB (Lapis Pondasi Bawah). Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan terkait kualitas dan daya tahan konstruksi, mengingat jalur tersebut kerap dilalui kendaraan roda empat dengan beban sedang.
Mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 19/PRT/M/2011 tentang Pedoman Teknis Jalan Lingkungan, ketebalan beton untuk jalan lingkungan harus memperhatikan kondisi tanah dan intensitas lalu lintas. Pada lokasi proyek yang diketahui memiliki karakter tanah lembek dan kerap tergenang air, standar minimal seharusnya tidak boleh diabaikan.
Jika benar terdapat pengurangan spesifikasi teknis, maka hal ini berpotensi melanggar ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya Pasal 27 terkait larangan melakukan perbuatan yang dapat mengurangi kualitas hasil pekerjaan.
Mulyadi menegaskan, proyek yang bersumber dari uang negara wajib diawasi secara ketat. Ia mendorong agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turun melakukan audit terhadap proyek ini.
“Hal-hal yang dibangun dengan keuangan negara adalah tanggung jawab kita semua. Jika pengawas internal tidak optimal, maka masyarakat wajib turut serta mengawasi. Kami mendesak agar proyek ini diaudit agar jelas kualitasnya, jangan sampai rakyat dirugikan,” tegasnya.
Sementara itu, pihak kontraktor di lapangan sempat menyatakan bahwa pekerjaan sudah sesuai gambar teknis. Namun hingga berita ini diterbitkan, awak media belum mendapatkan klarifikasi resmi dari Dinas PerkimbKota Pontianak selaku penanggung jawab kegiatan.
Kasus dugaan ketidaksesuaian spesifikasi teknis dalam proyek infrastruktur kerap menjadi perhatian publik, karena berimplikasi pada daya tahan konstruksi dan efektivitas penggunaan anggaran. Transparansi, pengawasan berlapis, dan kepatuhan terhadap standar teknis menjadi kunci untuk menghindari praktik yang merugikan negara dan masyarakat.
Sumber : Tim investigasi (LPK RI)
Red/Kalbar*
- Penulis: admin





Saat ini belum ada komentar