Dr. Herman Hofi: Ucapan Tak Senonoh Kanit PPA Polres Kubu Raya Termasuk Kekerasan Seksual Nonfisik!
- account_circle admin
- calendar_month Ming, 5 Okt 2025
- visibility 39
- comment 0 komentar

Indo-sight.com | Pontianak, Kalbar – Dugaan pelecehan verbal dan intimidasi yang dilakukan oleh oknum Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Kubu Raya terhadap seorang pengacara wanita menuai kecaman publik. Tindakan tersebut dinilai sebagai pelanggaran berat terhadap etika profesi Polri sekaligus dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual non-fisik.
Pakar hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, SH, menegaskan bahwa kasus ini harus diproses secara simultan — baik melalui jalur Kode Etik Profesi Polri (KEPP) maupun hukum pidana umum.

“Pemrosesan ganda ini penting untuk menegakkan akuntabilitas institusi kepolisian, melindungi korban, dan memberikan efek jera. Apalagi yang bersangkutan adalah Kanit PPA — posisi yang justru seharusnya memiliki moralitas dan tanggung jawab lebih tinggi dalam melindungi perempuan dan anak,” tegas Herman pada Minggu, 5 Oktober 2025 di Pontianak.
Menurutnya, tindakan oknum tersebut yang diduga mengeluarkan kalimat tidak senonoh seperti “berhubungan badan pun saya ingat di mana dan sama siapa”, serta bersikap intimidatif dengan menggebrak meja dan menunjuk wajah korban, merupakan pelanggaran nyata terhadap asas kepribadian, kepatutan, dan integritas anggota Polri.
“Perilaku seperti ini mencederai kepercayaan publik. Bagaimana masyarakat bisa berharap pada unit PPA bila pimpinannya justru berperilaku tidak profesional dan merendahkan martabat perempuan,” ujarnya.
Secara internal, Herman menilai oknum tersebut wajib diproses oleh Propam Polri atas pelanggaran Peraturan Kapolri (Perkap) No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri. Dalam peraturan tersebut, setiap anggota Polri diwajibkan bersikap humanis, profesional, dan menghindari tindakan yang merendahkan martabat orang lain.
“Kapolres Kubu Raya harus tegas. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi kepemimpinan di tingkat Polresta. Jangan ada upaya perlindungan atau pembiaran terhadap pelanggaran seperti ini,” kata Herman.
Ia menjelaskan, sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pelaku mencakup sanksi disiplin, demosi, mutasi bersifat hukuman, hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), mengingat jabatan Kanit PPA berkaitan langsung dengan pelayanan terhadap korban perempuan dan anak.
Namun, menurut Herman, pelanggaran etik saja tidak cukup. Ia menilai ucapan dan tindakan yang dilaporkan korban memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Pasal 5 UU TPKS secara eksplisit menyebut kekerasan seksual nonfisik sebagai perbuatan yang merendahkan atau merusak martabat seseorang atas dasar seksualitasnya. Ucapan oknum tersebut jelas mengandung unsur seksual dan dilakukan dengan niat merendahkan harkat korban,” terang Herman.
Selain itu, tindakan menggebrak meja dan berteriak saat pemeriksaan dapat memperkuat unsur ancaman atau intimidasi, yang menyebabkan korban merasa takut. Terlebih, pelaku diduga melakukan perbuatan tersebut dalam kapasitas jabatannya, sehingga dapat dikenakan pemberatan hukuman karena penyalahgunaan wewenang.
Dr. Herman juga menekankan bahwa korban dalam kasus ini adalah seorang advokat yang sedang menjalankan tugas profesinya. Oleh karena itu, insiden ini bukan hanya mencederai martabat individu, tetapi juga menghina fungsi advokat sebagai penegak hukum yang dijamin oleh undang-undang.
“Ini bukan sekadar persoalan personal, tapi sudah menyentuh marwah profesi hukum. Seluruh advokat berhak merasa tersinggung, karena peristiwa ini menunjukkan rendahnya penghormatan terhadap profesi hukum,” tutup Herman Hofi Munawar.
Publik kini menantikan langkah tegas dari Kapolresta Kubu Raya untuk memproses kasus ini secara transparan dan adil, tanpa ada intervensi ataupun perlindungan terhadap pelaku.
Sumber : Dr.Herman Hofi Munawar, SH.
Red/Tim*
- Penulis: admin





Saat ini belum ada komentar