Dr. Herman Hofi Munawar: PT Adhi Persada Gedung Langgar Prinsip GCG, Pedagang Lokal Four Points Belum Dibayar!
- account_circle admin
- calendar_month Jum, 10 Okt 2025
- visibility 31
- comment 0 komentar

Indo-sight.com | Pontianak, Kalbar – Pembangunan Hotel Four Points by Sheraton yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Kubu Raya, kembali menjadi sorotan publik. Selain karena kemegahannya yang disebut sebagai hotel termegah di Kubu Raya, proyek ini juga menarik perhatian karena adanya dugaan keterlambatan pembayaran terhadap pedagang lokal penyedia bahan bangunan.

Pengamat Kebijakan Publik Dr. Herman Hofi Munawar, S.H. menegaskan bahwa persoalan ini harus dilihat dari perspektif hukum dan tata kelola perusahaan, mengingat kontraktor utama proyek tersebut, PT Adhi Persada Gedung (APG), merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Yang menarik dari pembangunan Hotel Four Points ini adalah keterlibatan pedagang lokal dalam penyediaan material. Namun yang menyedihkan, hingga kini para pedagang tersebut belum menerima pembayaran dari PT Adhi Persada Gedung selaku kontraktor utama,” ujar Herman di Pontianak, Jumat (10/10).
Menurutnya, hubungan hukum dalam proyek tersebut diatur melalui asas Privity of Contract atau asas kepribadian kontrak, yang menegaskan bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya. Dengan demikian, pihak hotel secara hukum tidak memiliki hubungan kontraktual langsung dengan para pedagang penyedia bahan bangunan, karena perjanjian dilakukan antara pihak hotel dan PT APG.
“Pihak Hotel Four Points hanya terikat secara hukum dengan PT APG. Sementara para pedagang berhubungan dengan PT APG sebagai subkontraktor. Maka, tanggung jawab pembayaran sepenuhnya berada di tangan PT APG, bukan pihak hotel,” jelas Herman.
Ia menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, tepatnya Pasal 55, kontraktor pelaksana wajib memiliki kemampuan membayar pihak ketiga atau subkontraktor. Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Lebih jauh, Dr. Herman menilai tindakan PT APG sebagai anak perusahaan BUMN yang tidak memenuhi kewajiban terhadap mitra lokal juga melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, khususnya Pasal 74, yang menegaskan kewajiban BUMN untuk menjaga tanggung jawab sosial dan ekonomi terhadap mitra usaha.
“Perbuatan PT APG sebagai entitas BUMN sungguh tidak dapat dibenarkan. Mereka seharusnya menunjukkan pengelolaan yang profesional dan menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten,” tegas Herman.
Ia menilai bahwa pelanggaran semacam ini bukan hanya berdampak pada reputasi perusahaan, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap integritas BUMN sebagai pengelola aset negara.
“BUMN wajib menegakkan tata kelola perusahaan yang baik, tidak hanya karena etika bisnis, tapi karena itu adalah mandat regulasi. Jika anak perusahaan BUMN tidak menghormati kewajibannya kepada mitra lokal, hal tersebut sangat memalukan dan bertentangan dengan semangat pembangunan ekonomi berkeadilan,” pungkasnya.
Sumber : Dr.Herman Hofi Munawar,SH
Red/Tim*
- Penulis: admin





Saat ini belum ada komentar