32 Jemaah Berangkat Normal, Tuduhan Penipuan Ihyatour Goyah di Persidangan!
- account_circle admin
- calendar_month Ming, 14 Sep 2025
- visibility 68
- comment 0 komentar

Indo-sihgt.com | Pontianak, 14 September 2025 – Sidang perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana umroh yang menyeret travel Ihyatour kembali bergulir di Pengadilan Negeri Pontianak. Namun, jalannya persidangan justru membongkar fakta berbeda: tuduhan pidana yang diarahkan kepada manajemen travel tidak terbukti. Alih-alih penipuan, perkara ini lebih tepat dikategorikan sebagai sengketa perdata (wanprestasi).
Dalam persidangan terungkap, pelapor Ary Wibowo bersama enam anggota keluarganya membatalkan keberangkatan umroh hanya 14 hari sebelum jadwal. Padahal, sesuai akad perjanjian yang ditandatangani, pembatalan tidak diperkenankan dalam tenggat waktu tersebut.

Jika tetap membatalkan, konsekuensinya jelas: jemaah dikenakan biaya pembatalan (cancel fee) hingga 90 persen dari total setoran—praktik yang lazim berlaku di industri perjalanan umroh. Namun, pihak Ihyatour memberi keringanan dengan hanya membebankan Rp3,5 juta serta penggantian nama jemaah lain.
Meski surat pengunduran diri sudah dibuatkan, hingga kini Ary Wibowo tidak mengembalikannya kepada pihak Ihyatour, bahkan melalui kuasa hukumnya sekalipun.
Fakta lain yang menguatkan adalah keberangkatan 32 jemaah lain yang berjalan lancar sesuai jadwal. Dari jumlah tersebut, 10 orang bahkan berasal dari kelompok pengajian yang sama dengan pelapor. Seluruh rombongan pulang ke tanah air dengan selamat, membuktikan bahwa penyelenggaraan ibadah umroh oleh Ihyatour berlangsung normal.
Kuasa hukum terdakwa menegaskan, klaim penipuan tidak memiliki dasar. “Kalau 32 jemaah bisa berangkat dan kembali dengan selamat, bagaimana mungkin disebut penipuan hanya karena enam orang mundur sepihak?” ujarnya di persidangan.
Persidangan juga membantah tuduhan bahwa pihak travel mempersulit jemaah. Ihyatour menjelaskan bahwa paket yang dipilih Ary Wibowo adalah Umroh Mahabbah, dengan fasilitas dan jadwal yang sudah ditentukan sejak awal. Semua calon jemaah menandatangani akad secara sadar tanpa paksaan.
Keterangan ahli dari Kementerian Agama semakin mempertegas duduk perkara. Menurutnya, perjalanan umroh selalu berbasis akad antara penyelenggara dan jemaah. Jika terjadi pelanggaran akad, maka persoalan tersebut disebut wanprestasi—ranah hukum perdata, bukan pidana.
Lebih jauh, pelapor dan istrinya bahkan mengakui di hadapan majelis hakim bahwa mereka tidak diberangkatkan karena mengundurkan diri. Fakta ini menegaskan bahwa tuduhan penipuan tidak relevan.
Sidang lanjutan yang dijadwalkan Senin mendatang menjadi ujian integritas bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU). Publik menantikan apakah JPU berani bersikap objektif berdasarkan fakta persidangan.
Kuasa hukum terdakwa mengingatkan, sesuai Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021 tentang vrijspraak, jaksa wajib menuntut bebas bila perkara terbukti bukan tindak pidana. “Jika kasus perdata dipaksa jadi pidana, ini jelas kriminalisasi,” tegasnya.
Kasus Ihyatour kini menjadi sorotan, bukan sekadar soal enam jemaah yang batal berangkat, melainkan soal konsistensi hukum di Indonesia. Publik diminta ikut mengawasi jalannya persidangan agar hukum tidak diselewengkan untuk mengkriminalisasi persoalan perdata.
“Jika kasus perdata dipaksa menjadi pidana, siapa pun bisa jadi korban berikutnya. Ini bukan hanya soal Ihyatour, tapi juga menyangkut masa depan keadilan di negeri ini,” pungkas penasihat hukum.
Tim- Liputan
Red/Tim*
- Penulis: admin





Saat ini belum ada komentar